Friday 16 November 2012

pengurusan stres



 




PERSONAL MANAGEMENT
(STRESS MANAGEMENT, CONFLICT MANAGEMENT & WISDOM MANAGEMENT)

I.                   PENGANTAR
Personal Management merupakan bagian dari proses character building yang harus dimiliki seluruh komponen bangsa, terutama generasi muda sebagai calon pemimpin masa depan. Kehancuran suatu bangsa tidak lepas dari adanya ketidakmampuan seseorang mengelola stress dan konflik yang menimpa setiap individu. Stress dan konflik akan selalu menghadang siapapun, kapan dan dimanapun, apalagi ditengah persaingan global seperti sekarang ini.
Dalam konteks ini, Gerakan Pramuka memiliki tanggung jawab moral untuk membentengi peserta didiknya agar memiliki personal management yang tangguh, sehingga kelak akan menjadi pribadi yang tegar, tabah, sabar, ulet, bahkan bijaksana dalam mengambil keputusan sesuai dengan kode kehormatan.

II.  MATERI POKOK


STRESS  MANAGEMENT
PENGERTIAN STRESS
Menurut Kozier (1989): Stress adalah segala sesuatu yang memberi dampak secara total terhadap  individu meliputi fisik, emosi, social, spiritual.
Menurut Dadang Hawari (2000): Stress adalah suatu bentuk ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh
Menurut Dafis(1988): Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari yang disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian

SUMBER STRESS:
  1. Stress dari faktor lingkungan. Dalam pengertian ini, stress merupakan akibat dari sesuatu yang eksternal dari diri orang itu sendiri.
  2. Stress dilihat dari respon subjektif seseorang. Dalam pengertian ini, stress merupakan sesuatu yang internal dalam diri manusia. Seseorang dapat membuat stress tersebut menjadi hal yang baik maupun buruk.
  3. Stress berdasarkan fisiologis yang terjadi.
JENIS STRESS
  1. Stress positif (eustress): merupakan stress yang tidak berdampak buruk pada orang yang mengalaminya. Eustress dapat mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan beradaptasinya. Pada saat mengalami eustress, berubah menjadi distress, yang tentunya merugikan performa seseorang dapat menjadi lebih optimum. Jika stress berkelanjutan, maka eustress ini dapat bagi orang yang bersangkutan. 
  2. Stress negative (distress): dapat menimbulkan dampak-dampak yang negatif pada seseorang, seperti sakit, daya tahan tubuh menurun, kesulitan konsentrasi, ataupun masalah-masalah lainnya.




PENYEBAB  STRESS  (STRESSOR)
1. Stressor Bioekologis:
  1.     Bioritme adalah ritme-ritme tubuh manusia. Salah satu ritme tubuh manusia tersebut adalah ritme circadian, yaitu ritme tubuh manusia dimana tekanan darah, temperature dan beberapa substansi dalam tubuh manusia dapat meningkat dan menurun secara teratur seiring berjalannya waktu.
  2. Kebiasaan makan dan minum juga dapat menjadi stressor. Makan makanan yang tidak sehat dapat memicu penyakit dan membuat orang mudah stress.
  3. Obat-obatan. Orang yang mengalami stress seringkali lari ke alkohol, rokok, ataupun narkoba.
  4. Polusi udara. Polusi udara dapat menstimulasi system saraf simpatetis, menimbulkan perasaan tidak senang, dan mengganggu aktifitas.
  5. Iklim dan keadaan lingkungan. Perubahan cuaca memaksa proses tubuh manusia berubah. Perubahan ini terkadang membuat seseorang stress karena sulit menyesuaikan diri. Bencana alam juga dapat menjadi stressor yang kuat. Setelah terjadinya suatu bencana, biasanya ada orang-orang yang terganggu secara fisik maupun psikologis. Bencana yang besar dapat menyebabkan seseorang kehilangan harta, keluarga, dan lain-lain yang membuat hidupnya berubah total. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menyebabkan depresi, ataupun upaya bunuh diri. 
2. Stressor psikososial:
  1. adaptasi, hal yang paling menyebabkan stress adalah kematian pasangan, kemudian dilanjutkan dengan perceraian, dan seterusnya hingga terakhir pelanggaran hukum ringan. Salah satu hal yang dapat membuat seseorang lebih kuat dalam menghadapi stress adalah perceived control, yaitu keyakinan bahwa seseorang dapat mempengaruhi lingkungan dalam menentukan pengalaman positif ataupun negative yang dialami orang tersebut .
  2. frustrasi, Frustrasi dialami seseorang ketika kesempatannya mencapai tujuan terhambat.  Frustrasi dapat terjadi karena padatnya stimulus yang harus diterima (overcrowding), karena diskriminasi, kondisi sosial ekonomi, dan birokrasi yang berlarut-larut.
  3. overload, Overload tersebut dapat terjadi pada pekerjaan (occupation overload), bidang pendidikan (academic overload), pekerjaan rumah sehari-hari (domestic overload), dan kehidupan kota besar (Urban overload). 
  4.  deprivasi Deprivasi relatif adalah perbedaan apa yang kita inginkan dengan apa yang kita dapatkan
3.      Stressor kepribadian
Contohnya kepribadian tipe A.
Kepribadian tipe A adalah kepribadian dimana orang yang bersangkutan selalu merasa dikejar-kejar waktu. Kepribadian seperti ini dapat menimbulkan stress karena setiap kejadian dalam hidupnya dapat dianggap sebagai sesuatu yang menghambat dan ketika keinginan terhambat, maka terjadilah frustrasi.
Tipe kepribadian lain yang juga mudah mengalami stress adalah depression prone personality. Orang-orang dengan tipe kepribadian ini mudah (rawan) depresi jika bertemu dengan stressor. Gangguan yang biasa dialami oleh orang-orang seperti ini adalah jumlah tidur yang menjadi sangat banyak dan aktivitas sehari-hari yang terganggu saat depresinya muncul.
Konsep diri dapat memicu stress. Orang yang memiliki konsep diri yang buruk, dimana orang yang bersangkutan seringkali berbicara pada dirinya sendiri mengenai hal-hal buruk tentang dirinya sendiri, mudah mengalami stress. 
Kepribadian cemas reaktif dapat menimbulkan stress bagi orang yang bersangkutan. Orang yang memiliki kecemasan cukup parah akan cenderung menunjukan kecemasan terus menerus walaupun stressor sudah berlalu. Orang dengan kepribadian seperti ini juga seringkali memandang stressor sebagai ancaman yang lebih besar daripada ancaman yang sebenarnya.
Kebutuhan seseorang akan kontrol  dapat mempengaruhi tingkat stress seseorang. Orang yang kehilangan kontrol dapat mengalami stress yang berat. Semakin seseorang yakin dapat mengontrol situasi, semakin orang tersebut terhindar dari stress. Self-efficacy yang tinggi dapat mengurangi masalah pada kebutuhan akan kontrol ini. Self efficacy itu sendiri merupakan keyakinan seseorang bahwa segala kemampuannya dapat mempengaruhi hasil dari segala sesuatu yang ingin dicapainya.

PELUANG PENANGANAN STRESSOR
  1. Stressor yang penanganannya hanya membutuhkan sedikit upaya seperti misalnya kebiasaan belajar; waktu bangun pagi, diet, dst dimana upaya menanganinya dengan cara mengubah kebiasaan, membiasakan kebiasaan baru, maka dalam waktu satu-dua minggu dapat berubah.
  2. Stressor yang untuk menanganinya membutuhkan upaya yang lebih sungguh-sungguh, seperti contohnya soal kepercayaan diri, persoalan hubungan, dst, dimana diperlukan bantuan teknikal untuk menanganinya, seperti ‘percakapan kalbu’, skill komunikasi, manajemen konflik, dst.
  3. Stressor yang memang tidak dapat ditangani sepeti kematian orang yang dikasihi. Maka penanganannya, perlu belajar berdamai dengan diri menerima kenyataan tersebut, lalu diatasi dengan relaksasi, dan upaya spiritual.
INDIKASI/GEJALA  STRESS
(a) gejala fisiologik, antara lain : denyut jantung bertambah cepat, banyak berkeringat (terutama keringat dingin), pernafasan terganggu, otot terasa tegang, sering ingin buang air kecil, sulit tidur, gangguan lambung, dst
(b) gejala psikologik , antara lain : resah, sering merasa bingung, sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, tidak enak perasaan, atau perasaan kewalahan (exhausted) dsb
(c ) Tingkah laku, antara lain : berbicara cepat sekali, menggigit kuku, menggoyang-goyangkan kaki,  gemetaran, berubah nafsu makan (bertambah atau berkurang).

MEKANISME TERJADINYA STRESS
       Secara sederhana stress dapat digambarkan sebagai berikut:
    
     Stressor Internal:                                                                               Dampak Stress:
    Lingkungan fisik
    Hubungan Peran                                           STRESS                              Fisiologik
    Interpersonal                                                                                           Behavioral
    Organizational                                                                                      Psychological
 


                                                               Perbedaan
      Stressor Eksternal                              Individual
       

  
Diagram 1: Mekanisme Stress

Persepsi Tekanan dan Daya Tahan.
       Stress baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri tergangu. Artinya kita baru mengalami stress manakala kita mempersepsi tekanan dari stressor melebihi daya tahan yang kita miliki untuk menghadapi tekanan tersebut. Jadi selama kita memandang diri kita masih bisa menahankan tekanan tersebut (yang kita persepsi lebih ringan dari kemampuan kita menahannya) maka cekaman stress belum nyata. Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah besar (dari stressor yang sama atau dari stressor lain secara bersamaan) cekaman menjadi nyata, kita kewalahan dan merasakan stress.


   
    Persepsi  Tekanan
 



    Diri `
 




    Persepsi Daya Tahan


Diagram 2: Persepsi Individual atas tekanan dan daya tahan

DAMPAK AKIBAT STRESS
Dampak Fisiologik : Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan, juga bisa menderita penyakit yang lebih serius seperti cardiovasculer, hypertensi, dst.
Dampak Psikologik:
• Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merupakan tanda pertama dan punya peran sentral bagi terjadinya ‘burn – out’
• Terjadi ‘depersonalisasi’; Dalam keadaan stress berkepanjangan, seiring dengan kewalahan /keletihan emosi, kita dapat melihat ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakuan orang lain sebagai ‘sesuatu’ ketimbang‘sesorang’.
• Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten & rasa sukses
Dampak Perilaku
• Manakala stress menjadi distress, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat. Level stress yang cukup tinggi berdampak negativ pada kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.
• Pramuka yang ‘over-stressed’ ~ stress berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti kegiatan/ latihan.

STRATEGI MENANGANI STRESS  MENURUT ISLAM
Sabar
  Jika stress menghadapi masalah yang sukar diputuskan “salah atau benarnya sesuatu“ maka Al-Quran memberi petunjuk “ fa shabrun jamil “ ( Maka bersabar itu lebih indah ). Dan hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan. (QS. Yusuf :18)
وَجَاءُوْ عَلَى قَمِيْصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ  قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا  لإَصَبْرٌ جَمِيْلٌ  وَاللهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُوْنَ   (يوسف: ١٨)
18. Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan."
Dzikrullah:
Mengingat Allah (dzikrullah) termasuk dapat mengatasi stres. Dengan mengingat dan mengembalikan segalanya dari dan untuk Allah, maka stres akan dapat diatasi,  sesuai Al-Quran, “tathmain al-qulub“ (Mengingat Allah, hati akan tenang) (QS. Al-Ra’d 28 ).
أَلَّذِيْنَ ءَامَنُوْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُم بِذِكْرِاللهِ   أَلاَ بِذِكْرِاللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ  (الرعد : ٢٨ )
    (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
ٍShalat:
وَاسْتَعِيْنُوْابِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ  وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِيْنَ  (البقرة: ٤٥)
 Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
Optimisme:
    Meyakini kebenaran ayat Al-Quran yang berbunyi “inna ma’al usri yusra (Sesungguhnya setelah kesulitan, ada kemudahan. Setelah kesulitan, ada kemudahan). (Q.S. Al-Insyirah: 5-6 ).
   Menurut ulama tafsir, karena kata kesulitan (Al-usri), menggunakan “al” dan kemudahan (Yusra) tidak menggunakan “al “ , itu artinya kesulitan itu cuma satu macam, tapi ada beberapa solusi kemudahan. Berarti dua alternative kemudahan dalam satu kesulitan. Misalnya berkonsultasi dengan dokter mencari pengobatan lahir dan batin ialah menggunakan petunjuk Al-Qur’an sebagai Syifa’.

Qona’ah, Iffah dan Syukur
     Qana'ah adalah merasa cukup dengan apa yang telah diterima dari Allah SWT : 'iffah  berarti suci, jauh dari sifat yang tidak baik, dan menahan diri dari meminta kepada sesama manusia.
 Di antara teknis menanamkan jiwa qana’ah adalah ”memandang kepada orang yang berada di bawahnya (lebih miskin darinya dalam urusan dunia), agar ia menyadari nikmat Allah  kepadanya”. Sebagaimana di sebutkan dalam hadits:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَتَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَتَزْدِرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
  “Perhatikanlah kepada orang yang di bawah kamu (dalam urusan dunia) dan janganlah kamu memperhatikan kepada orang yang di atasmu. Maka ia lebih pasti bahwa kamu tidak menghinakan nikmat Allah  kepadamu.”
Sifat qana'ah  adalah merupakan gambaran syukur dan ridha yang tertinggi:
وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ
"Dan jadilah engkau orang yang bersifat qana'ah, niscaya engkau menjadi manusia paling bersyukur."

MENGHINDARI STRESS
  1. Mengeluarkan energi positif, yaitu optimis dalam menghadapi setiap permasalahan. Jangan terlalu keras terhadap diri sendiri. Bahwa setiap rencana, ada hambatan tapi ada juga solusi. Sebab itu, harus bersikap lebih fleksibel, sehingga dapat menikmati hidup.
  2. Menjaga kesehatan. Dengan cara olahraga yang teratur, tidur yang cukup dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Olahraga dapat membuat manusia nyaman. Makanan bergizi membangkitkan vitalitas hidup. Sebab itu Islam memerintahkan mengkonsumsi halalan thayiban atau yang bergizi.
  3. Banyak minum air putih, terutama saat diambang kemarahan. Air putih, dapat menenangkan perasaan, dan berpikir lebih jernih. Rasulullah menganjurkan kalau marah, hendaklah berwudu dan mendinginkan badan (HR.Muslim).
  4. Meluangkan waktu sedikit, untuk setiap minggu, keluar dari rutinitas, dengan berkumpul bersama keluarga. Atau berkunjung kepada teman-teman. Nabi mengajarkan ”hubungkan silaturahim, sebab dapat menambah rezeki dan memperpanjang umur” (HR.Muslim).
  5. Meningkatkan rasa humor. Nabi SAW dan teman-temannya juga menikmati humor, bermain dan olahraga. Hal ini memungkinkan mereka untuk bersantai baik secara fisik dan mental, dan membantu mereka secara rohani. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Fikiran lelah, seperti halnya badan, jadi tolong perlakukan mereka dengan humor." Demikian pula, Abu al-Darda r.a berkata, "Aku menghibur hatiku dengan sesuatu yang sepele dalam rangka untuk membuatnya lebih kuat dalam pelayanan kebenaran. "
  6. Istirahat siang; keutamaan istirahat siang adalah untuk relaksasi tubuh sehingga membuat tubuh lebih santai dan membantu tidur pada malam hari menjadi lebih baik. Hal ini dapat dipraktekkan dengan berbaring selama waktu tertentu untuk istirahat santai, bukan tidur sepanjang siang. Waktu yang dianjurkan antara 15-20 menit
  7. Posisi tidur; Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu ingin ke tempat tidur, berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana kamu berwudhu untuk sholat. Kemudian berbaringlah di atas lambung kanan”. Dalam hal ini, wudhu membuat tubuh segar, bersih dan siap istirahat. Posisi miring ke kanan merupakan posisi yang membuat tubuh dapat berpindah dari satu sisi ke sisi lain dengan lebih mudah tanpa melakukan gerakan besar yang dapat mengurangi kenyamanan waktu tidur.
  8. Bersedekah; kehidupan yang serba materialistik dan indivudualis banyak melahirkan gangguan mental. Berawal dari kecemasan akan kepemilikan harta benda, status sampai ke penampilan akhirnya berujung pada depresi hingga gangguan jiwa. Terapi terbaik adalah dengan tidak menjadikan harta sebagai Tuhan dan kebebasan individu sebagai raja dan melatih diri untuk bersedekah.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud, Shahih Sunan Abu Daud, kitab zakat, bab ke-24, no. 1435/1629.

Abul Abbas Ahmad Muhammad Zaruz, Qawa'idus Shufiyyah, tahqiq Muhammad Zuhri An-Najjar (Kairo: Maktabatul Kulliyyatil Azhariyyah, 1396 H/1986 M), cet. II,.

Ariyanto D. 2006. Psikoterapi dengan Doa. Jurnal Suhuf vol XVIII no 1

Aronson, Elliot, Wilson, Timothy D., & Akert, Robin M. (. Social Psychology (4th ed.). (New Jersey: Prentice Hall, 2004). 

Ath-Thusi,  Al-Luma'

Girdano, Daniel A., Dusek, Dorothy E., & Everly, George S. Controlling Stress and Tension (7th ed.). (San Fransisco: Pearson Education, Inc., 2005)

Hambal, Imam Ahmad bin,   Musnad Ahmad, Hadits ke 8595

Hawari, Dadang,. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri. (Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 2002)

Isa,  Dr. Abdul Qodir , Haqoiq ‘an al-Tasawuf,

Jauziyah,  Ibnu al-Qayyim Al-, Al-Dâ’ wa al-Dawâ’ (Kairo: Dar al-Hadits, 1992)

Khazandar,  Mahmud Muhammad al-, Shifat al- Qanâ’ah wa al-‘Iffah, (Riyad: al-Maktabat al-Ta’awuni lida’wati wa taw’iyat a-jaliyyat bi al-rabwati, 2008).

Langgulung,  Hasan, Teori-teori Kesehatan Mental (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986)

Lings,  Martin, What is Sufism? Membedah Tasawuf (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987)

Qusyairi,  Al-, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, jld. II

Razi,  Al-, Pengobatan Ruhani, Terj. MS. Nasrullah dan Hilman (Bandung: Mizan, 1994)

Shahih Muslim, kitab zakat, bab ke-35, no. 1041.

Rice, Philip L.,  Stress and Health (2nd ed.). (California: Wadsworth, Inc. 1992)

Sina,  Ibnu, Al-Syifâ’ al-Ilâhi (t.tp., Le Cairo, 1966).

Syaraf,  Muhammad Jalal dan Abdurrahman Isawi, Saikologiât al-Hayât al-Rûhiyat fi al-Masihiyat wa Al-Islâm (Iskandariyah: Al-Ma’arif, 1972)

Wortman, Cammile B., Loftus, Elizabeth F., & Weaver, Charles. Psychology (5th ed.). (New York: McGraw Hill, 1999)

Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Peranannya Dalam Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: IAIN, 1978)

MANAJEMEN KONFLIK

Ø  Perbedaan-perbedaan di antara orang-orang adalah lumrah dan alami
Ø  Perbedaan-perbedaan : pendapat, tujuan, kebutuhan, keinginan, kebiasaan, nilai, interpretasi atas fakta,  dan sebagainya
Ø  Perbedaan-perbedaan  itu merupakan sumber konflik
Ø  Konflik antar anggota organisasi tidak dapat dihindari, walau usaha-usaha integrasi sudah dilaksanakan secara optimal.
Ø  Ciri kelompok yang sudah matang: mempunyai kemampuan dan kemauan dalam mengangkat konflik yang latent ke permukaan untuk dibicarakan agar dapat memberikan alternatif solusi.
Ø  Konflik berpotensi destruktif, sehingga harus dikelola dengan baik, meskipun tidak mungkin dapat dihilangkan
Definisi Konflik:
·         Ketidaksesuaian atau perbedaan antara tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau metoda yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut  (Davis dan Newstrom)
·         Konflik terjadi bila seseorang atau suatu kelompok mempunyai dua atau lebih kebutuhan/keinginan yang tak dapat dipenuhi secara bersamaan (McCarty dan Stone)

Pandangan Tentang Konflik:
l  Traditional View :       Konflik harus dihindari karena bersifat negatif.
l  Human Relations View :         Konflik bersifat alamiah dan tidak dapat dielakkan serta bukan sesuatu yang negatif, bahkan punya potensi yang positif.
l  Interactionist Approach :         Konflik justru harus didorong, sebab suatu kelompok yang harmonis, damai, tenteram, dan kooperatif cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi.






HUBUNGAN  ANTARA  TINGKAT  KONFLIK  DENGAN  KINERJA  ORGANISASI
 


















JENIS-JENIS  KONFLIK

Berdasarkan Sifatnya:
  • Konflik Realistik :     Terjadi karena adanya perbedaan/pertentangan kebutuhan, tujuan, nilai, kepentingan, peran, atau cara kerja.
            Di antara mereka terlibat suatu perbedaan yang nyata.
  • Konflik Nonrealistik :   Terjadi karena adanya perbedaan persepsi terhadap suatu fakta. Sumbernya berasal dari ketidaktahuan, kesalahan, tradisi, prasangka, permusuhan, struktur organisasi yang tidak jelas, ketegangan, dan persaingan kalah-menang.
Berdasarkan orang yang terlibat:
  • Konflik Antarpribadi : Sangat dipengaruhi oleh emosi. Bersumber dari kebutuhan melindungi citra diri (self-image) dan harga diri (self-esteem) dan dipicu oleh kegagalan komunikasi dan perbedaan persepsi.
  • Konflik Antarkelompok :Terjadi karena perbedaan pandangan, loyalitas kelompok, dan persaingan dalam memperoleh sumber daya yang terbatas.
Berdasarkan Kemanfaatannya
o   Konflik Fungsional : Konflik yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi dan  meningkatkan kinerja kelompok.
o   Konflik Disfungsional : Konflik yang menghambat kinerja kelompok.

PENYEBAB  TERJADINYA  KONFLIK
Faktor Organisasional
  • Persaingan memperoleh sumber daya organisasi yang terbatas.
  • Ketidakjelasan tanggung jawab dan wewenang.
  • Pengaruh dari saling ketergantungan (interdependensi). Orang  akan cenderung menyalahkan unit , kelompok atau individu lain dalam suatu kerja sama yang saling tergantung.
  • Ketidakadilan sistem kompensasi.
  • Perasaan superior antarunit atau kelompok
Faktor Antarpribadi:
         Perasaan iri hati atau dendam.
         Salah anggapan terhadap perilaku orang lain. Orang yang merasa kepentingannya dihalangi orang lain menganggap orang itu telah dengan sengaja berbuat demikian; walaupun sebenarnya belum tentu.
         Praktek komunikasi yang buruk.
         Suatu kritik yang tidak tepat; walaupun maksudnya baik.
         Ketidakpercayaan, kecurigaan, dan prasangka.
         Karakteristik pribadi. Orang yang berkepribadian antagonistik, dan atau cepat tersinggung cenderung mudah terlibat konflik.

METODA-METODA  MANAJEMEN  KONFLIK (1)
Metoda Stimulasi Konflik
  • Kondisi :
    • Konflik terlalu rendah mengakibatkan para karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif.
    • Terjadi toleransi tinggi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja.
  • Metoda Yang Digunakan :
    • Memasukkan orang luar ke dalam kelompok
    • Reorganisasi
    • Mendorong persaingan dengan menawarkan bonus, insentif, dan memberikan penghargaan
    • Memilih manajer-manajer yang tepat.
    • Perlakuan yang berbeda dari kebiasaan

Metoda Pengurangan Konflik (2)
  • Kondisi :
    • Terjadi antagonisme akibat adanya konflik.
    • Tingkat konflik terlalu tinggi, maka perlu “pendinginan”.
  • Metoda Yang Digunakan :
·         Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih dapat diterima kedua kelompok.
·         Menciptakan “musuh” atau “ancaman” yang sama bagi kelompok yang bertentangan.

Metoda Penyelesaian Konflik
Kondisi :
            Konflik secara umum telah terjadi dan perlu segera diselesaikan.
Metoda Yang digunakan :
            - Dominasi dan Penekanan:
o   Kekerasan (forcing): penekanan otokratik.
o   Penenangan (smoothing): dengan cara lebih diplomatis.
o   Penghindaran (avoidance): manajer menghindar untuk mencari posisi yang tegas.
o   Aturan Mayoritas (majority rule): melalui voting.

  • Kompromi :
o   Pemisahan (separation): masing-masing dilerai.
o   Perwasitan (arbitration): diundang pihak ketiga.
o   Kembali ke peraturan: peraturanlah yang memberi vonis bagi yang benar dan salah.
o   Penyuapan (bribing): salah satu pihak menerima kompensasi untuk mau mengalah.
§  Pemecahan Masalah Integratif :
·         Konsensus: kesepakatan menyelesaikan konflik dan bukannya mencari menang-kalah atau benar-salah.
·         Konfrontasi: masing-masing berargumentasi untuk mencari siapa yang benar.
·         Superordinate Goals: menggunakan tujuan-tujuan yang lebih tinggi atas kesepakatan bersama.
METODA – METODA  PENYELESAIAN  KONFLIK

 





















*      Menang-Kalah, salah satu pihak memaksa pihak lain untuk menyerah.
*      Menarik Diri, mundur dari perbedaan pendapat. “Diam adalah emas”.
*      Menghaluskan, perbedaan menjadi kurang penting. “Kita adalah satu keluarga besar”.
*      Mengutamakan Tujuan, kedua pihak untuk sementara menghentikan perselisihan untuk sesuatu yang lebih penting. Tidak mogok di masa perang.
*      Mengkompromikan,  memisahkan perbedaan, dan berunding untuk mencari posisi-posisi antara yang dapat diterima.
*      Mewasiti, menyerahkan kepada pihak ketiga dari luar untuk mengambil keputusan sebagai wasit.
*      Menengahi,  mengundang pihak ketiga dari luar untuk menengahi dan membantu kedua pihak mencapai penyelesaian.
*      Memecahkan Masalah, mengadakan konfrontasi melalui pertukaran informasi terbuka untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan, sehingga kedua pihak merasa menang.

 WISDOM MANAGEMENT
(MANAJEMEN KEARIFAN)


PENGERTIAN:
Wisdom :
hikmat n. 1 akal sehat, pertimbangan, kearifan, alasan,  kebijaksanaan, wawasan,  pemahaman, rasionalitas, kecerdasan, jelas,  persepsi, intelijen, ketajaman, kecerdasan.     
 2 pengetahuan,  pembelajaran, pengetahuan, pengetahuan, pencerahan.
hikmat
     1: pengeluaran atau ilmu pengetahuan atau pencerahan
      2: dengan sifat yang memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman.
      3: kemampuan untuk menerapkan pengetahuan atau pengalaman atau pengertian atau  common sense dan wawasan [syn: (kebijaksanaan)]
      4: kualitas yang bijaksana dan sensible [syn: (wiseness),
         kekukuhan.
     
DEFINISI:
Kearifan adalah keahlian mendasar dari kehidupan (dalam ranah pragmatika), seperti misalnya perencanaan, pengelolaan dan peninjauan-ulang terhadap kehidupan.
 Orang yang arif dipandang memiliki wawasan luar biasa dalam perkembangan manusia dan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan, serta mempunyai penilaian yang tepat, nasihat serta komentar-komentar yang luar biasa mengenai masalah-masalah hidup yang sulit.
Orang arif yang adalah orang yang memiliki kepribadian yang seimbang dan terintegrasi (Erikson).
Kearifan merujuk pada cara-cara berfungsinya orang dewasa.
Kearifan dipandang dapat memberikan akses kepada tipe-tipe tertentu dari pengetahuan pragmatis dan pengetahuan berdasarkan pengalaman.
CIRI MANUSIA ARIF:
Ø  Manusia yang arif ada 5 faktor  berdasarkan 'principal components analysis‘ : (a) Pemahaman istimewa (exceptional understanding); (b) Keterampilan Menilai dan Berkomunikasi (judgement and communication skills; (c) Kompetensi- kompetensi umum (general competencies); (d) Keterampilan-keterampilan interpersonal (interpersonal skills); (e) Penuh pertimbangan secara sosial (social unobtrusiveness).
Ø  Kearifan, adalah pengetahuan yang multidimensional dengan faktor-faktor mendasar yang secara jelas merupakan kemampuan psikologis.
Ø  Kearifan  berbeda dengan : cerdas (intelligent), perseptif (perceptive), lihai/cerdik (shrewd) dan spiritual.
Ø  Berbeda antara individu yang arif dari individu-individu yang hanya cerdas, perseptif, spiritual atau lihai semata.
Ø  Kearifan itu secara relatif jarang terdapat, karena kearifan tidak hanya memerlukan perkembangan kepribadian yang luar biasa, tetapi juga fungsi-fungsi kognitif yang istimewa.
Ø  Oleh karenanya, perkembangan kognitif tingkat atas memang diperlukan, namun tidak mencukupi untuk menampilkan suatu kearifan. Individu yang arif, tidak hanya pandai tapi juga memiliki struktur kepribadian yang memungkinkannya untuk mentransendensikan kebutuhan-kebutuhan, pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan pribadinya. (Orwoll dan Perlmutter (1993), Birren dan Fisher (1993).
Ø  Kearifan merupakan suatu konstruk yang multidimensional, merupakan paduan dari elemen-elemen kognitif, afektif dan konatif. Mereka menjelaskan bahwa sepanjang kehidupan seseorang, kearifan berkembang sebagai suatu keseimbangan antara kognisi, konasi (volition) dan afek. Proses kearifan menghasilkan produk-produk arif, seperti misalnya perencanaan, keputusan-keputusan dan nasihat.
Karakteristik Kearifan:
Faktor I Kondisi Spiritual-Moral
1. Bertakwa    
2. Religius/beriman
3. Saleh
4. Tawakal
5. Sederhana, bersahaja kehidupannya
6. Tutur kata halus, lemah lembut, sopan santun
7. Tabah
8. Tegas
9 .Berdisiplin
10. Sabar
11. Berdedikasi pada tugas
12. Jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain
Faktor II Kemampuan Hubungan Antar Manusia
1. Murah hati
2. Mau berkorban
3. Penyayang pada semua
4. Tulus ikhlas
5. Mengayomi, melindungi
6. Pemaaf
7. Penuh pengertian
8. Dapat menempatkan diri sesuai kondisi
9. Peduli dan peka terhadap orang lain dan kondisi sekitar
10. Berterus terang dalam mengutarakan diri
Faktor III Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan
1. Meninjau permasalahan dari berbagai sudut pandang
2. Lebih memperhatikan kepentingan orang banyak daripada pribadi
3. Mampu memutuskan secara tepat
4. Filosofis, berpandangan menyeluruh terhadap kehidupan
5. Adil
6. Bertenggang rasa
7. Berwibawa
8. Bersedia mendengarkan orang lain
Faktor IV Kondisi Personal
1. Mawas diri
2. Bertanggung jawab
3. Konsekuen
4. Percaya diri
5. Mau belajar dari berbagai sumber dan  pengalaman
6. Tidak mudah terpengaruh
7. Demokratis
Faktor V Kemampuan Khusus /Istimewa
1. Cerdas/kompeten
2. Intuitif
3. Berpengetahuan dan berwawasan luas
4. Berempati
5. Lugas, langsung pada pokok persoalan
Kearifan Lokal:
Delapan Watak Pemimpin
Konsep yang disebut Astabratha itu menilai pemimpin antara lain harus memiliki sifat ambek adil paramarta atau watak adil merata tanpa pilih kasih (Ki Kasidi Hadiprayitno, 2004). Secara rinci konsep ini terurai dalam delapan (asta) watak: bumi, api, air, angin, angkasa, matahari, bulan, dan bintang atau dalam bahasa Jawa disebut bumi, geni, banyu, angin, langit, surya, candra, dan kartika.

1.      Watak bumi yang harus dimiliki seorang pemimpin mendorong dirinya untuk selalu memberi kepada sesama. Ini berdasarkan analog bahwa bumi merupakan tempat untuk tumbuh berbagai tumbuhan yang berbuah dan berguna bagi umat manusia.
2.      Geni atau api. Pemimpin harus memiliki sifat api. Api adalah energi, bukan materi. Api sanggup membakar materi apa saja menjadi musnah. Namun, api juga bisa mematangkan apa saja. Api dalam konteks ini bukan dalam pengertian yang destruktif, melainkan konstruktif. Semangat api yang konstruktif yang harus dimiliki pemimpin, antara lain, adalah kesanggupan atau keberanian untuk membakar atau melenyapkan hal-hal yang menghambat dinamika kehidupan, misalnya sifat angkara murka, rakus, keji, korup, merusak dan lainnya.
3.      Air/banyu, adalah watak yang menggambarkan pemimpin harus selalu mengalir dinamis dan memiliki watak rendah hati, andhap asor dan santun. Tidak sombong. Tidak arogan. Sifat mengalir juga bisa diartikan bahwa pemimpin harus mampu mendistribusikan kekuasaannya agar tidak menumpuk/menggumpal yang merangsang untuk korupsi. Selain itu, seperti air yang selalu menunjukkan permukaan yang rata, pemimpin harus adil dalam menjalankan kebijakan terkait hajat hidup orang banyak.
4.      Watak angin atau udara, watak yang memberikan hak hidup kepada masyarakat. Hak hidup, antara lain, meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak (sandang, pangan, papan, dan kesehatan), mengembangkan diri, mendapatkan sumber kehidupan (pekerjaan), berpendapat dan berserikat (demokrasi), dan mengembangkan kebudayaan.
5.      Surya atau matahari adalah watak di mana pemimpin harus mampu menjadi penerang kehidupan sekaligus menjadi pemberi energi kehidupan masyarakat.
6.      Watak bulan/candra. Sebagaimana bulan yang memiliki kelembutan menenteramkan, pemimpin yang bijak selalu memberikan rasa tenteram dan menjadi sinar dalam kegelapan. Ia harus mampu memimpin dengan berbagai kearifan sekaligus visioner (memiliki pandangan jauh ke depan); bukan memimpin dengan gaya seorang tiran (otoriter) dan berpikiran dangkal.
7.      watak bintang/kartika. Sebagaimana bintang menjadi panduan para musafir dan nelayan, pemimpin harus mampu menjadi orientasi (panutan) sekaligus mampu menyelami perasaan masyarakat.
8.      watak langit/angkasa. Dengan watak ini, pemimpin pun harus memiliki keluasan hati, perasaan, dan pikiran dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa dan negara. Tidak sempit pandangan, emosional, temperamental, gegabah, melainkan harus jembar hati-pikiran, sabar dan bening dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bukankah inti atau substansi pemimpin adalah pelayan? Pemimpin yang berwatak juragan adalah penguasa yang serba minta dilayani dan selalu menguasai pihak yang dipimpin.




Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.      Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.      Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan
Ketika tidak mengalami stres, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stres. Bahkan suatu stres terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium yang bergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.
Hal lain yang belum dibahas adalah elemen-elemen lingkungan yang dapat mempengaruhi proses terjadinya disekuilibrium maupun ekuilibrium dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Dalam hal ini stres bisa terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stres sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya. Sebuah situasi dapat terlihat sebagai suatu ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melibatkan hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan pendapatan, dan seterusnya (Heimstra & McFarling, 1978).
Dalam konteks lingkungan binaan, maka stres dapat muncul jika lingkungan fisik dan rancangan secara langsung atau tidak langsung menghambat tujuan penghuni, dan jika rancangan lingkungannya membatasi strategi untuk mengatasi hambatan tersebut, maka hal itu merupakan sumber stres. Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (1989) mengajukan dua pengandaian.
Hasil penelitian dari Levy dkk. (1984) ditemukan bahwa stres dapat timbul dari kondisi-kondisi yang bermacam-macam, seperti di tempat kerja, di lingkungan fisik, dan kondisi sosial. Stres yang timbul dari kondisi sosial bisa dari lingkungan rumah, sekolah, ataupun tempat kerja. Singkatnya, terdapat banyak aspek lingkungan yang dapat menciptakan stres.

C. Pengaruh Stres Terhadap Perilaku Individu
Menurut Veitch & Arkkelin (1995) stres dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan bertemu dengan stresor, menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kita berhasil atau gagal dalam beradaptasi. Ketika suatu stresor kita evaluasi, kita seleksi strategi-strategi untuk mengatasinya, kita lakukan “pergerakan-pergerakan” tubuh secara fisiologis dan psikologis untuk melawan stresor, dan lalu mengatasinya dengan suatu tindakan. Jika coping behavior (perilaku penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stres akan menghilang. Sementara jika coping behavior gagal, individu merasa tidak berdaya atau tidak tahu lagi harus berbuat apa dalam menghadapi stres, maka stres akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehingga penyakit fisik akan menyerang, bahkan akan timbul reaksi panik berkepanjangan yang bisa menjurus pada timbulnya gejala psikoneurosis (gangguan jiwa).
Stresor lingkungan, menurut Stokols (Brigham, 1991; dalam Prabowo 1998), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stres, penyakit, atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat. Stokols mengatakan bahwa apabila kesesakan tidak dapat diatasi, maka akan menyebabkan stres pada individu. Stres yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stres. Individu yang mengalami stres umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain.
Selye mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan, ia mengidentifikasi tiga tahap dalam respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS).
Jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dari Selye dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: Jika seseorang untuk pertama kali mengalami situasi penuh stres, maka mekanisme pertahanan dalam badan diaktifkan: kelanjar-kelenjar mengeluarkan atau melepaskan adrenalin, cortisone dan hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar, perubahan-perubahan yang terkoordinasi berlangsung dalam sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika exposure (paparan) terhadap pembangkit stres bersinambung dan badan mampu menyesuaikan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stres (tahap resistance). Tetapi jika paparan terhadap stres berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak sesuai, dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Proses pemunduran ini dapat mengarah ke penyakit dan hampir semua bagian dari badan (tahap exhaustion).
Menurut Iskandar (1990), proses terjadinya stres juga melibatkan komponen kognitif, sebagaimana diperjelas dalam gambar dibawah ini: Stres yang diakibatkan oleh kepadatan dalam ruang dengan penilaian kognitif akan mengakibatkan denyut jantung bertambah tinggi dan tekanan darah menaik, sebagai reaksi stimulus yang tidak diinginkan. Dengan kondisi tersebut, maka seseorang yang berusaha mengatasi situasi stres akan memasuki tahapan kelelahan karena energinya telah banyak digunakan untuk mengatasi situasi stres. Dalam berbagai kasus, stimulus yang tidak menyenangkan tersebut muncul berkali-kali, sehingga reaksi terhadap stres menjadi berkurang dan melemah. Proses ini secara psikologis dikatakan sebagai adaptasi. Hal ini terjadi karena sensitivitas neuropsikologis semakin melemah dan melalui penelitian kognitif situasi stres tersebut berkurang (Iskandar, 1990).

No comments:

Post a Comment